Bupati Bengkayang tolak ekspansi perusahaan pemanfaatan hasil hutan - Berita Indokalbar.com

17 Oktober 2025

Bupati Bengkayang tolak ekspansi perusahaan pemanfaatan hasil hutan


Bengkayang - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bengkayang, Kalimantan Barat, menegaskan penolakannya terhadap rencana operasi perusahaan PT Sinergi Tangguh Alam Lestari (PT STAR) terkait izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu di wilayahnya.

“Kita siap menghadang siapa pun yang ingin merampas hutan kita yang hijau,” kata Bupati Bengkayang Sebastianus Darwis pada rapat koordinasi bersama Forkopimda di Bengkayang, Kamis.

Bupati menyampaikan sikap tegas pemerintah daerah untuk melindungi kelestarian hutan dan mencegah potensi eksploitasi sumber daya alam yang dapat merugikan masyarakat.

Ia juga mempertanyakan kehadiran sejumlah perwakilan pemerintah dalam kegiatan sosialisasi, yang disebut melibatkan pihak perusahaan tanpa adanya disposisi atau izin resmi dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bengkayang.

Dia menyampaikan hingga kini belum ada koordinasi resmi antara PT STAR dengan pemerintah daerah.

Kemudian, katanya, dari Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Baperrida) maupun di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bengkayang tidak memiliki data maupun informasi terkait penerbitan izin, kegiatan sosialisasi, atau pemasangan plang nama perusahaan tersebut.

"Kita sepakat untuk menolak seluruh rencana investasi PT STAR di Kabupaten Bengkayang, dengan komitmen menjaga kelestarian hutan sebagai paru-paru Bengkayang," ujar Bupati.

Operasinya PT. STAR lanjutnya dikhawatirkan merusak lingkungan dan dampak ekologis dari tanaman monokultur.

Ketua Komunitas Adat Dayak Bidayuh Binua Sungkung, Agus Herikustanto, menyatakan masyarakat adat secara tegas menolak kehadiran PT STAR karena tidak pernah menerima sosialisasi maupun penjelasan resmi mengenai kegiatan perusahaan tersebut.

“Kami, para tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan pemuda tidak pernah mengetahui keberadaan perusahaan ini, termasuk di mana kantornya. Tiba-tiba kami mendapat kabar mereka akan beraktivitas,” kata Agus.

Menurut Agus, PT STAR disebut berencana beroperasi di tiga kecamatan, yakni Siding, Seluas, dan Jagoi Babang, dengan total luasan mencapai 35.139 hektare. Di Kecamatan Siding, area rencana operasional mencakup lima desa, yaitu Siding, Tangguh, Hli Buei, Tamong, dan Tawang.

Masyarakat adat dan warga sekitar menilai kehadiran perusahaan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan, seperti hilangnya sumber air, risiko tanah longsor, serta rusaknya kawasan hutan adat yang menjadi penopang kehidupan masyarakat setempat.

“Tanah di wilayah kami merupakan warisan leluhur yang sudah diusahakan turun-temurun. Jika perusahaan masuk, lahan kami akan menyempit, sumber air rusak, dan anak cucu kami kehilangan ruang hidup,” ujar Agus.

Berdasarkan pengalaman di sejumlah daerah lain, kata dia, investasi serupa kerap menimbulkan konflik sosial dan hukum antara masyarakat dengan perusahaan.

“Awalnya dijanjikan lapangan kerja atau bagi hasil, tapi ujung-ujungnya hak masyarakat diabaikan. Kami tidak ingin hal itu terjadi di sini,” ucapnya.

Agus menyebut masyarakat lebih membutuhkan perhatian pemerintah dalam bentuk pembangunan infrastruktur dasar, seperti jalan, jembatan, air bersih, listrik, dan jaringan telekomunikasi, daripada investasi yang berpotensi mengancam lingkungan hidup.

Sebelumnya, PT STAR mengumumkan berencana melaksanakan kegiatan usaha pemanfaatan hutan melalui Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) di wilayah Kabupaten Bengkayang.

Kegiatan usaha yang akan dilakukan meliputi, pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam dan hutan tanaman, pemanfaatan jasa lingkungan, serta pengelolaan kawasan hutan secara berkelanjutan.

Wilayah kerja yang direncanakan berada di beberapa kecamatan, antara lain Kecamatan Siding, Seluas, dan Jagoi Babang, dengan total luas sekitar 35.139 hektare.

Sebagai bagian dari proses penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), PT STAR membuka kesempatan kepada masyarakat, khususnya pihak-pihak yang berpotensi terkena dampak langsung, untuk memberikan Saran, Pendapat, dan Tanggapan (SPT) terhadap rencana kegiatan dimaksud.

Oleh : Narwati/ANTARA

*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

  

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Komentar