Pontianak - Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) Rudy M. Harahap menekankan pentingnya penerapan budaya risiko di lingkungan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) guna memperkuat tata kelola pengawasan obat dan makanan.
"Budaya sadar risiko penting untuk kita tanamkan, bukan hanya dalam level kebijakan, tetapi juga dalam praktik sehari-hari," kata Rudy saat membuka kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Manajemen Risiko Balai Besar POM (BBPOM) di Pontianak, Senin.
Menurutnya, budaya risiko akan membantu BPOM mengantisipasi, mencegah, dan mengurangi, potensi masalah sejak dini. Ia menegaskan bahwa pengawasan obat dan makanan merupakan rantai berkesinambungan, mulai dari produksi, perizinan, distribusi, hingga pengawasan pascaproduksi.
"Jika salah satu mata rantai ini lemah, risiko terhadap kesehatan masyarakat akan meningkat. Karena itu manajemen risiko harus berjalan konsisten dan terintegrasi," tuturnya.
Rudy menjelaskan kesadaran akan risiko bukan dimaksudkan untuk menambah beban organisasi, melainkan memperkuat sistem pengendalian internal. Dengan begitu, koordinasi antarunit dapat ditingkatkan dan setiap lini memiliki peran penting dalam melindungi masyarakat.
Ia juga menyoroti risiko lain yang harus diantisipasi BPOM, seperti tumpang tindih kewenangan, potensi penyuapan, tekanan dari pelaku pelanggaran, hingga perlunya koordinasi lintas lembaga.
"Manajemen risiko di BPOM tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus bersinergi dengan instansi terkait seperti Dinas Kesehatan, Satpol PP, Kepolisian, Kejaksaan, hingga Badan Standardisasi Nasional," katanya.
Rudy menegaskan manajemen risiko adalah budaya kerja yang harus ditanamkan di setiap lini agar pengawasan obat dan makanan semakin kuat dan kepercayaan publik dapat terjaga.
Pewarta : Rendra Oxtora/ANTARA
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS