Pontianak - Akademisi Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, Dr Hari Prayoga,S.Si, M.Si mengungkapkan bahwa Kalimantan Barat (Kalbar) telah kehilangan lebih dari 61 persen tutupan hutannya dalam dua dekade terakhir akibat alih fungsi lahan, penebangan, dan ekspansi perkebunan kelapa sawit.
"Pada tahun 2000, luas tutupan hutan Kalbar tercatat 13 juta hektare. Namun, pada 2022 hanya tersisa sekitar 4,9 juta hektare. Artinya, dalam 22 tahun Kalbar kehilangan sekitar 8 juta hektare atau 61,5 persen hutan," Kata Hari saat menjadi pemateri pada kegiatan Media Gathering Kolase Jurnalis Camp 2025 yang dilaksanakan di Pontianak, Senin.
Hari menyebut, secara kasat mata Kalimantan masih terlihat hijau, namun sebagian besar kawasan kini didominasi perkebunan kelapa sawit. Diperkirakan lebih dari dua juta hektare lahan di Kalbar sudah beralih menjadi kebun sawit, baik milik perusahaan maupun masyarakat.
"Banyak mahasiswa saya mengaku orang tuanya punya kebun sawit. Ada yang satu hektare, dua hektare, bahkan sampai 10 hektare. Karena karet tidak lagi menjanjikan, masyarakat beralih ke sawit," tuturnya.
Selain ekspansi sawit, deforestasi juga dipicu penebangan kayu legal maupun ilegal, serta pertambangan bauksit, emas, nikel, dan pasir kuarsa. Menurutnya, pasir kuarsa memiliki potensi besar bila dikelola dengan baik.
"Indonesia bisa menjadi produsen panel surya terbesar di dunia karena memiliki cadangan pasir kuarsa yang sangat besar. Namun, pengelolaannya sering tidak berpihak pada masyarakat lokal. Mereka hanya jadi buruh, bukan pemilik," kata dia.
Hari juga menyoroti proyek pangan skala besar (food estate) yang menurutnya berisiko menimbulkan “zona mati ekologis” sebagaimana pernah terjadi di Kalimantan Tengah pada 1990-an.
Meski demikian, Kalimantan tetap memiliki kekayaan hayati luar biasa dengan lebih dari 15.000 jenis tumbuhan, 3.000 jenis pohon, 221 spesies mamalia, dan lebih dari 600 jenis burung. Namun, satwa ikonik seperti orangutan menghadapi ancaman serius akibat fragmentasi habitat, kebakaran, dan perburuan.
"Kita kehilangan sepertiga hutan hanya dalam beberapa dekade. Fragmentasi membuat orangutan terisolasi dan rawan kawin kerabat. Jika kondisi ini terus berlanjut, keanekaragaman hayati kita akan hilang," katanya.
Ia menambahkan, spesies invasif seperti akasia, eceng gondok, ikan nila, dan ikan sapu-sapu juga semakin menekan ekosistem asli Kalimantan.
"Ancaman utama Kalimantan adalah deforestasi dan perubahan iklim. Jika hutan rusak, kita kehilangan fondasi kehidupan," katanya.
Pewarta : Rendra Oxtora/ANTARA
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS